Latest from my journal

Bias Hujan Kania


Derasnya hujan mulai membasahi tubuhku yang lemah. Aku rentangkan kedua tanganku, seraya menyambutnya. Menengadahkan wajah dan menutup mataku, berharap setiap tetes air hujan yang turun, jatuh di pelupuk mataku, membiarkannya bercampur dalam tangisku.
“Ka Dika, aku akan melepasmu.”kataku lirih
Aku terdiam cukup lama, hingga aku tersadar air hujan itu sudah tidak lagi menetes di wajahku. Saat aku buka mata, aku mendapati payung ungu muda telah menaungiku.
“Jangan main ujan-ujanan di tengah jalan gini.” kata seorang laki-laki di hadapanku dengan seulas senyum meledekku, lalu meraih tangan kananku yang dia arahkan untuk memegang payung, dan meraih tangan kiriku untuk memegang sapu tangan biru yang dia berikan kepadaku.
“Jangan lupa dibersihin dulu mata kamu ya Kania, hehe” lanjutnya. Melihat wajahku yang kebingungan dengan kata-katanya, tiba-tiba dia tertawa kecil dan mengeluarkan Handphone dari saku jasnya, kemudian mengarahkan layarnya ke arah ku dan menekan tombol camera. Saat itulah aku lihat, betapa menyedihkannya diriku. Sungguh memalukan, riasan mascara dan eye linerku luntur menyisakan bekas hitam diarea mataku.
“Siapa sih lo? Seenaknya aja, foto gue tanpa ijin. Heiii...” teriakku. Dia berlalu meninggalkanku dan membiarkan hujan membasahi dirinya.
Setibanya di rumah, dan seusai mandi. Akupun menghangatkan tubuhku dengan secangkir susu kedelai. Hari ini sungguh hari yang menyedihkan untukku. Setelah sekian lama menunggu hari kelulusannya dan memberanikan diri untuk datang menemuinya. Tetapi, justru disaat itulah aku melihat kak Dika telah bersama kak Rena. Mereka terlihat sangat dekat, mungkinkah mereka telah balikan. Kali ini aku tak ingin menunggunya lagi. Aku akan melepaskannya, merelakannya bahagia bersama kak Rena. Tiba-tiba terlintas wajah laki-laki itu dalam lamunku. Laki-laki bertubuh tinggi, berkulit putih, beralis tebal dan memiliki sorot mata yang tajam.
“Siapa dia? Kenapa dia bisa tahu namaku? Rasanya aku tidak asing melihat wajahnya. Argh...” pikirku resah.
           Rintik hujan belum juga berhenti. Sejenak aku ragu untuk pergi ke kampus. Tetapi, saat aku melirik payung ungu muda itu. Akhirnya, aku kembali bersemangat ke kampus dengan menggunakan payung itu. Setibanya di halaman kampus, aku melihat ada seorang laki-laki yang tersenyum dan menghampiriku. Sayangnya, aku tak memakai kacamata. Jadi aku tidak dapat melihatnya dengan jelas. Semakin dekat, ternyata dia adalah laki-laki yang waktu itu memberikan payung dan sapu tangannya.
“Payungin gue sampe parkiran ya.” katanya lembut.
“Ini orang seenaknya aja sih. Tapi kasian juga kalo ngga dianter, dia aja udah kebasahan gitu.” batinku dalam hati.
Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam, karena tak tertarik untuk mengobrol dengannya. Tetapi begitu banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan padanya.
“Sebenernya lo siapa sih? Kenapa bisa ada disini? Apakah lo kuliah disini juga? Dan ...” lamunku dalam hati hingga aku tak sadar, sudah sampai parkiran mobilnya.
Thanks ya Kania, salam kenal nama gue Revan” ucapnya lembut.
“Revan siapa? Ko lo bisa tahu nama gue?” tanyaku ketus.
“Revan Wiratama Putra. Kalo suatu saat kita ketemu lagi, gue bakal kasih tahu lo lebih lanjut. Sekarang gue lagi buru-buru. Bye...” jelasnya santai.
Mobil sedan hitam yang Revan kendarai melaju dengan cepat, meninggalkan kekesalan di hatiku. “Dia kira dia siapa? Buru-buru? Dia pikir aku banyak waktu buat ngeladenin dia.” batinku dalam hati.
Setibanya di ruang kelas, hanya tampak segelintir orang disana.
“Kania... rajin banget ke kampus. semua dosen kan pada rapat buat acara ulang tahun kampus kita. Jadi hari ini ngga ada jam kuliah” tanya Vinny yang datang menghampiriku.
Aku baru teringat, bahwa hari ini memang tidak ada jam kuliah. Pantas saja, hanya beberapa orang yang ada disini. Itupun karena mereka anak BEM yang merupakan panitia acara tersebut. Berhubung hujan belum juga reda, aku memutuskan untuk tetap disini sampai hujan reda sambil menikmati wifi gratis. Sayang, jika ke kampus hari ini sia-sia. Tiba-tiba aku teringat nama itu, Revan Wiratama Putra. Satu idepun muncul dalam benakku, “Mbah Google”.
Aku segera mengetik nama itu di pencarian google. Beberapa saat kemudian, muncul lah hasil pencarian google tersebut. Ada banyak  sekali yang terkait dengan nama itu. Setelah aku buka satu per satu, aku menemukan akun twitternya. Untung saja, akunnya tidak diprivasi jadi aku bisa dengan leluasa mencari tahu tentang dia. Kalau kata anak gahoel zaman sekarang namanya, lagi kepo maksimal. Ternyata dia adalah lulusan Universitas Indonesia jurusan Arsitektur tahun 2014. Berarti dia satu angkatan dengan kak Dika. Tak hanya dikejutkan dengan info itu, aku semakin tersentak kaget saat membaca tweet terakhirnya sekitar satu jam yang lalu, “hujan mempertemukan kita kembali”. 

Bersambung...

Takdir Cinta


Teriknya matahari pagi tak menyurutkanku untuk terus memandang area parkir sekolah. Setibanya di kelasku yang bertempat di lantai 3, aku selalu bergegas ke sudut teras. Sudah menjadi rutinitasku untuk menunggu sepeda biru itu terparkir oleh sang pemiliknya. Bukan untuk mengagumi sepeda itu, tetapi mengagumi kombinasi dari sepeda biru itu dengan sang pengendara, Farhan. Dia adalah sosok laki-laki yang pintar, sederhana, aktif dan ramah. Mungkin ini adalah hari terakhir aku bisa melihat dia, pria berseragam putih abu-abu dengan sepeda birunya, karena besok adalah hari kelulusan kami di SMA Nusa Bangsa.
            Sejenak aku mengingat pertemuan pertamaku dengan Farhan di gerbang sekolah. Saat itu aku sedang bergegas keluar untuk foto copy, dan disaat yang bersamaan dia dengan sepeda birunya mau masuk. Tak ku sangka dia mundur dan mempersilahkan aku melalui jalan itu, dengan seulas senyum simpul di wajahnya.
“laki-laki yang baik dan manis.”kalimat pertama yang muncul dibenakku saat itu.
Sejak saat itulah aku mulai mengaguminya. Tetapi, hal itu tidak mendorongku untuk mencari tahu tentangnya. Aku baru mengetahui nama dan kelasnya, setelah aku melihatnya berada di ruang kelas IIX IPA 2. Saat itu aku mewakili panitia, menyampaikan rangkaian lomba sekaligus mendata peserta lomba LOKETA (Lomba Keterampilan Agama) yang akan diadakan untuk memperingati tahun baru Islam. Dan saat pandanganku menyapu seisi kelas, aku melihat sosoknya duduk di baris ketiga. Saat itu diapun memandang ke arah ku. Lagi-lagi dia menampakkan senyum diwajahnya. Dia mendaftar lomba kaligrafi. Karena itulah, aku mengetahui namanya, Farhan Eka Prasetya.
Pertemuan singkat yang tidak disengaja itu telah berhasil membuatku jatuh cinta padanya. Sebuah rasa, yang merupakan anugerah dari Allah yang patut kita syukuri dan kita jaga kefitrahannya.  “Terima kasih ya Rabb, karena Engkau telah menghadirkan rasa cinta ini di hatiku. Jagalah hati ini agar tidak melebihi rasa cintaku pada-Mu. Maafkanlah aku, jika selama ini telah lalai terhadap-Mu karena, tidak seharusnya aku terus memandangnya, meskipun dari jauh. Tidak seharusnya aku membayangkannya, meskipun dalam kesendirianku . Tidak seharusnya aku mengaguminya secara berlebihan, meskipun dalam diamku. ” Ucapku lirih
Setiap pertemuan, pasti ada perpisahan. Hari ini adalah hari perpisahan kelas XII SMA Nusa Bangsa. Gedung ini sudah mulai dipenuhi dengan para siswa/i, guru dan wali murid yang hadir. Saat pengumuman siswa berprestasi, nama Farhan disebutkan dan dipersilahkan untuk maju ke panggung untuk menerima piagam. Aku segera menyapu isi gedung, berusaha menemukan sosoknya. Diam-diam aku memperhatikannya. Dia tampak gagah dengan setelan jas hitam yang ia pakai. Pandangannkupun mengikuti setiap langkahnya menuju atas panggung. Saat menerima piagam penghargaan itu dia mengarahkan pandangannya ke arahku dan tersenyum kepadaku. Seketika aku menundukkan pandanganku dan tak membalas senyumnya. Setelah serangkaian acara telah selesai, para siswa/i sudah mulai berpencar. Di tengah keriuhan, aku berjalan berlawanan arah dengan Farhan. Aku berusaha untuk tidak menatapnya, karena tidak ada keberanian untuk itu. Tetapi, entah apa yang menarikku untuk terus melangkah dan ingin menghampirinya. Namun, kita hanya saling berpandang, tersenyum, dan berlalu.
“Ketika rasa cinta ini Engkau hadirkan di dalam hatiku, semoga dia adalah jodohku, yang akan Engkau pertemukan kembali dengan cara-Mu yang tak terduga” doaku dalam hati.
--------------------------------------------------------------------------------------------

Baca kisah selengkapnya di buku "Cinta Bersemi di Pelaminan (Flash Fiction)" penerbit Pena Indis. ISBN : 978-602-1334-48-5. Harga Rp 39.500.
Cara Pemesanan :
kirim pesan dengan format :
Judul Buku_Nama Pemesan_Alamat Lengkap+kode pos_No.HP_Jumlah Pesanan.
kirim ke : Inbox Fb Pena Indis atau ke no.hp : 082113883062 

Buku ketiga yang menampilkan salah satu cerpenku
#CintaBersemidiPelaminan #TakdirCinta