Cinta Itu Ada



Pagi ini terasa sangat menegangkan buatku, karena ini adalah hari pertamaku sekolah di SMA Nusa Bangsa, sekolahku yang baru di Jakarta.
“Anak-anak perkenalkan, ini teman baru kalian.namanya Fanya pindahan dari sekolah SMA Pelita, Bandung. Ibu harap kalian bisa membantu Fanya untuk bersosialisasi di sekolah ini.” Jelas Bu. Maya, guru BP di sekolah ini.
“Ahh..males ah bu. Abis anak barunya culun sihh”sahut seorang cowok.
“Hahaha”serentak anak sekelaspun tertawa.
“Huussst, sudah jangan ribut. Tama, kamu jangan bicara seperti itu! Fanya, silahkan duduk di sebelah Tama.”tegasku Maya.
“Tapi bu??”tanyaku kaget.
“Hanya tempat itu yang kosong Fanya”tegas Bu Maya lagi.
“I..iiya bu”jawabku gugup.
“Aduhh gimana nih, kenapa harus duduk sama cowok kaya gitu. Baru awal aja aku udah di buat malu!”keluh ku dalam hati.
“Eh, ko lu culun banget sih? Rambut dikuncir kuda, pake kaca mata pula…haha”ledek Tama.
“Biarin…nggak ada ruginya kan buat kamu. Jadi, urusin aja tuh diri kamu” jawabku ketus.
“Kamu??haha lucu banget. Ternyata lu galak juga”ledek Tama.

Net..net…(bel istirahat berbunyi)
Aku tidak beranjak dari kursiku, karena aku bingung harus kemana. Tiba-tiba ada seorang cewek yang datang menghampiriku.
“Heii Fanya, kenalin nama gue Lulu. Gue duduk di baris pertama paling pojok” sapa Lulu.
“Salam kenal juga.”jawabku ramah.
“Lo belum tau tempat-tempat di sekolah ini kan, yuk kita jalan-jalan sekalian kita ke kantin”ajak Lulu.
“Hhmm, mau banget. Oh iya, kenapa kamu mau temenin aku?”tanyaku polos.
“Karena aku rasa kamu itu baik. Yaudah yuk, kita ke kantin”jelas Lulu.
Di sepanjang jalan, akupun berbincang dengan Lulu. Tidak hanya menanyakan tentang sekolah, tapi akupun menanyakan tentang Tama padanya, karena aku rasa Lulu mengetahui sedikit banyak tetang cowok rese itu.
“Lu, e..e..sebenernya Tama itu gimana sih kesehariannya di sekolah?”tanyaku ragu.
“Ko jadi Tanya dia? hehe, pasti karena kamu tadi di jahilin ya?”ledek Lulu
“Iya lu, abis aku sebel banget. Itu cowok ko rese banget.”keluhku semangat
“Ya, dia memang anaknya jahil dan rese. Tapi, kalo lo udah kenal deket sama dia, dia tuh orangnya asik. Selain itu dia juga pinter loh, juara 1 di kelas. Makanya, banyak cewek yang suka ya karena selain pinter, dia itu juga ganteng…haha”jelas Lulu.
“Hah? Banyak yang suka. Ganteng? Aneh banget ya cewek-cewek yang suka sama cowok model begitu. Dia kan blak-blakan banget” kataku heran.
“Emang sih keliatannya dia blak-blakan. Tapi, sebenernya dia tuh tertutup banget, bikin penasaran. Terus, kalau sama cewek yang suka sama dia, dia bisa jadi monster!”jelasnya.
“Monster? Maksudnya?”tanyaku heran.
“Dia jadi galak, cuek, jutek. Serem deh pokoknya.”jawabnya
Sesampainya di rumah, aku masih heran sama cerita Lulu mengenai Tama. Lamunanku semakin jauh akan pertnyaan tetang dia. Tiba-tiba bunda datang dan mengangetkanku.
“Fanya, gimana hari pertama kamu di sekolah yang baru?”tanya bunda.
“Nyebelin banget bun, masa ada  temen sekelas aku yang selalu ngeledekin aku, terus aku di bilang cupu”ceritaku dengan semangat.
“Masa sih? Berarti orang itu nggak bisa bedain mana yang baik dan mana yang buruk. Padahal, kamu kan anak bunda yang paling cantik”hibur bunda.
“Aaah, bunda. Jelas aja aku yang paling cantik, aku kan anak satu-satunya bunda sama ayah” jawabku.
 Keesokan hari, aku kembali bergegas ke sekolah dengan semangat, walau sebenarnya agak takut akan dijahili Tama. Sesampainya di kelas, aku tidak melihatnya. Namun, tasnya sudah berada di atas bangkunya, yang berarti dia sudah datang. Aku sedikit lega karena dia sedang pergi.
“Ekhemm, ternyata lu udah datang” kata Tama. Aku tidak menjawabnya.
“Ekhemm,,ekhem,,ekhhhhhemmmm…woi kacang mahal” teriaknya kesal.
“Apaan sih lu Tam, sekarang itu yang lagi mahal ya harga cabe. Gimana sih lu mau kasih informasi yang salah,”sahut Udin khas dengan logat betawinya.
“Hahaha, maksudnya si tama itu, dia dicuekin. Masih pagi udah nggak nyambung lu”celetuk Adi.
Suasana kelas semakin riuh karena mengejek Udin. Namun, aku masih tetap diam, dan cuek sambil membaca sebuah novel. Tiba-tiba, Tama menarik bukuku.
“Apaan sih? Main ambil buku orang seenaknya. Kenapa sih seneng banget ganggu orang?”kataku jengkel.
“Abisnya gara-gara ini buku lu nyuekin omongan gua. Bukan karena seneng, tapi karena di belakang baju lu, ada tulisan ‘TOLONG GANGGU AKU DONG’ haha” ledeknya puas.
Aku segera menengok ke belakang, dan segera mengambil kertas yang tertempel di bajuku.
“Ko bisa ada tulisan kayaa gini? Pasti kamu kan yang sudah sengaja tempelin kertas itu ke baju aku.” kataku kesal.
Sudah satu minggu aku di Jakarta. Tapi, aku belum juga merasa nyaman di sekolah, karena setiap hari selalu aja Tama buat masalah denganku. Akhirnya aku berfikir untuk lebih waspada dengan dia.
Keesokan harinya, saat aku tiba di kelas aku hampir terjebak oleh ulah yang sepertinya sudah direncanakan oleh Tama, dengan senang aku mengubah rencananya tersebut.
“Hahahahaha, …woi, Tama sejak kapan lo dapet?” Ledek Adi.
“Iya tam, buruan tutupin lo, tembus tuh?”tambah Udin.
“Apaan sih maksud kalian, gua nggak ngerti” tanya Tama bingung.
Aku tetap cuek, dan pura-pura tidak mengetahui. Dalam hati aku menahan tawa, yang amat ingin ku lepas.
“Udah buruan nengok ke belakang, liat celana lo!” kata Lulu.
“Aaaaah,,,, kenapa jadi gua??” teriak Tama kaget.
“Huu, padahal kan gua udah taro cerry ini di atas bangkunya Fanya, tapi malah jadi gua yang kena. Pasti dia udah mindahin nih” keluh Tama dalam hati.
“Aduh Tama, kamu kenapa?nggak nyangka ternyata kamu……”ejekku.
“Udah, gua tau lu yang taro cerry itu kan?” katanya kesal.
“Iya, terus kenapa?mau marah? Itu akibat ulah kanu sendiri” jawabku santai.
Akhirnya, aku segera berdiri dan bergegas untuk pulang. Namun, tiba-tiba Tama menyelengkatku hingga aku terjatuh, dan mataku membentur ujung meja.
“Fanyaaaaa, eh Tama lo jahat banget  sama dia, puas lo?” teriak Lulu.
“Gua…gu..a emang salah. Tapi, gua nggak tau bakal jadi kayaa gini.
..
Sesampainmya di rumah sakit, dokter segera menanganiku. Tama dan Lulu juga beberapa guru yang membawaku panik akan kondisiku.
“Dokter, bagaimana keadaan Fanya?” tanya Tama panik.
“Sekarang kondisinya buruk, dikhawatirkan dia akan mengalami kebutaan karena matanya terbentur dan terkena pecahan kaca matanya”jelas dokter.
“Apa??kebutaan??ngak mungkin. Semua salah gua. Gua yang udah buat dia kaya gini” kata Tama disertai tangisan penyesalan.
“Iya, semuanya ini memang salah lo. Salah lo Tama. Mending lo pergi dari sini. Puas kan lo??” kata Lulu ketus. Akhirnya Tama segera pergi.
“Fanya, maafin gua.atas semua kejailan gua. Semua kesalahan gua. Gua nyesel. Gua nggak bermaksud buat lu kaya gini.” kata Tama lirih.
“Udah cukup. Aku nggak mau dengar penjelasan dari kamu. Lebih baik kamu pergi.” kataku cuek.
“Tapi, aku nyesel. Gua nggak mau pergi dari lu” jawabnya.
“Aku bilang pergiii…pergiiii..pergi Tam, aku mohon kamu pergi. Sekarang aku buta, aku cacat Tam, aku udah nggak berguna, aku udah nggak punya masa depan. Kamu puas kan, sekarang udah nggak ada orang cupu lagi yang kamu jahilin”jelas ku disertai  isak tangis.
“Baik, gua pergi. Tapi, gua bener-bener minta maaaf sama lu. Sejujurnya gua  selalu ngeganggu lu karena..karena…”
“Pergiii” teriak ku memotong pembicaraannya.
Sudah seminggu aku meninggalkan sekolah, meninggalkan semua kisah yang kini tak dapat lagi aku lakukan, karena kebutaanku, hidupku terasa hampa, hingga hadir sosok Sakti, yang kini membuatku semangat untuk melanjutkan hidup. Pertemuanku berawal saat aku sedang berusaha kabur dari rumah sakit dan aksiku itu terhenti karena dia tiba-tiba menarikku dan membawaku kembali. Memang aku sangat sebal, tapi selanjutnya dia selalu membantuku. Aku merasa dia sosok cowok  yang dihadirkan untukku. Buatku dia seperti mataku, karena matanya telah membuat aku bisa melakukan keseharianku yang dulu.
“Fanya, sekarang kamu harus istirahat ya. Jangan lupa besok kamu harus check up, ok?” kata Sakti lembut.
“Iya Saktiii, udah sana kamu pulang gih, nanti kamu dicariin ibu kamu, makasih udah temenin aku seharian disini,,hehe” kataku manja.
“Aku nggak mungkin dicariin kan aku udah bilang kalo hari ini mau temenin kamu. Iya, sama-sama my star” kata Sakti mengakhiri pembicaraaan.

My star….
Itulah panggilan Sakti untukku. Entah apa alasan dia memanggilku seperti itu. Kenapa sekarang aku merasa sangat nyaman dengannya, sama halnya saat aku berada di samping Tama dulu. Tiba-tiba aku terbayang wajah Tama, namun bayangan itu segera ku hilangkan saat aku mengingat ketika dia menyelengkatku hingga aku seperti ini.

2 Bulan kemudian…
“Hallo….Sakti aku punya kabar bagus, aku seneng banget. Kamu ke rumah aku sekarang ya” kataku riang (di telpon).
“Iya, Fanya. Aku segera ke sana” jawabnya lembut..
Saat bel rumahku bunyi, aku segera membuka pintu, dan aku segera memeluknya, karena aku tahu itu adalah Sakti.
“Kamu seneng banget. Ada kabar bagus apa sih?” tanya Sakti penasaran.
“Tadi dokter yang biasa periksa mata aku telepon, dan bilang katanya ada orang yang mau mendonorkan matanya untuk aku” jelasku semangat.
“Ja..di..emm..maksud kamu?” tanya Sakti kaget..
“Iyaa Sakti, jadi   aku punya harapan untuk bisa melihat lagi, aku bisa melihat wajah kamu ..” jelasku riang.
“Aku..turut seneng ya” jawab Sakti singkat.
“Kok cuma gitu doang si respon kamu, kamu nggak seneng aku bisa melihat lagi? Sakti aku mau, kamu orang pertama yang aku liat” kataku lirih.
“Bukan, aku seneng kok, seneng banget malah…” hibur Sakti.
“Yaudah besok kamu temenin aku ya” kataku manja.
3 Hari kemudian dokter kembali menelpon dan memberitahu kalau besok aku sudah bisa operasi karena mata yang akan di donorkan cocok.
Keesok harinya,
“Bunda, ko Sakti belum datang juga ya?” tanyaku resah.
“Sabar ya, mungkin dia sedang sibuk” jawab Bunda.

Satu haripun terlewat dengan meresahkan buatku.Karena Sakti tak kunjung dating.Hingga tiga hari kemudian dy baru dating, ketika aku ingin melepaskan perban di mataku.
My star, maafin aku ya baru bisa datang kesini, karena….” kata Sakti yang sontak membuatku kaget.
“Karena apa?” tanyaku penasaran.

Tiba-tiba dokter datang dan menyuruhku untuk segera melepaskan perban di mataku secara perlahan.
“Gimana, apa kamu sekarang sudah bisa melihat?” tanya dokter.
“Iya dok, aku sekarang sudah bisa melihat. makasih ya dok” kataku riang.
“Ehmm, apa kamu Sakti?” tanyaku heran saat melihat sosok cowok si sampingku
“Iya Fanya, aku Sakti“ kata Sakti singkat.
Akupun langsung memeluknya.Namun, aku merasa beda.Aku merasa tak senyaman saat memeluknya, ketika aku masih buta.
“Oya, Sakti maksud kamu tadi karena apa?” tanyaku melanjutkan.
“E….kar..karena sebelumnya aku harus menghadiri pemakaman adik aku” kata Sakti lirih.
“Adik kamu meninggal? kok kamu nggak pernah cerita sama aku kalau kamu punya adik, dan kenapa kamu nggak kasih tahu mengenai meninggalnya adik kamu?” tanyaku heran.
“Sebenarnya, adik aku itu Tama. Temen sekelas kamu yang kamu benci itu” jelas Sakti.
“Tam..Tama. Jadi Tama sudah meninggal. Kenapa kamu nggak pernah kasih tahu aku, apa kamu sengaja membohongi aku” kataku kesal.
“Maaf Fanya, karena Tama ingin aku merahasiakannya. Sejujurnya, yang selama ini membantu kamu itu Tama, bukan aku. Tama sengaja minta tolong aku buat ngebantuin kamu” jelas Sakti resah.
“Maksudnya? tapi kenapa selama ini yang aku dengar suara kamu?” tanyaku heran.
“Iya itulah, Tama minta supaya aku yang selalu bicara. Jadi, selama ini saat kita ke rumah sakit, dan saat itulah kita nggak hanya berdua, tapi bertiga.” lanjut Sakti.
“Jadi, selama ini Tama selalu ada di dekatku, dan dia juga yang selalu ngebantuku? tapi, kenapa harus minta tolong bantuan kamu?” kataku resah.
“Iya benar, karena kalau kamu tahu kalau dia yang membantu kamu, kamu akan marah.” jelas Sakti.
“Fanya, kamu harus tahu. Jadi selama ini yang kamu peluk itu bukan aku, tapi Tama. Dan kamu juga harus tahu selama ini dia itu sayang sama kamu. Dan yang paling penting sebenarnya Tamalah yang sudah mendonorkan matanya untuk kamu. Satu hal lagi panggilan my star itu dari Tama. Fanya, sebelum dia meninggal dia menitipkan kotak ini untuk kamu. Aku harap kamu mau terima dan kamu bisa memaafkannya” jelas Sakti melanjutkan.

Aku masih terdiam. Tak percaya dengan semua yang telah terjadi. Hatiku hancur.
“Kenapa dia bisa meninggal?” tanyaku disertai tangisan.
“Selama ini dia menderita penyakit kanker otak. Pasti kamu nggak menyangka, yaa itu karena dia terlihat amat sehat dan sikapnya yang selalu mencari masalah sama kamu. Itulah Tama, dia berusaha menutupi penyakitnya dari semua orang, kecuali aku.” jawabnya lirih.
Setelah aku membuka kotak itu, ternyata di dalamnya ada sebuah novel, dan itu adalah novelku yang waktu itu pernah Tama tarik paksa dan tidak dikembalikannya. Setelah aku buka setiap lembarannya, aku melihat tulisan di halaman terakhir novel itu, yang bertulis…
“Maaf ya, baru bisa gua balikin sekarang. Abis, ini buku bikin gua cemburu sih, karena telah merebut perhatiaan lu dari gua.hehe”.

Seketika akupun tertawa kecil saat membacanya. Akupun menemukan secarik kertas yang diselipkan di tengah novelku itu.
“Untuk Fanya, my star. Mungkin saat lu baca surat ini, gua udah nggak ada. Gua cuma mau minta maaf atas semua kejahilan dan masalah yang gua lakukan. Sejujurnya itu gua lakukan, supaya dapaet perhatian dari lu, karena lu itu orangnya cuek banget. Sejak awal lu masuk kelas, gua udah suka sama lu, dan gua menyadari cinta itu ada. Tapi, gua sadar gua nggak pantes buat mendapatkan cinta dari lu. Karena, gua tau, hidup gua nggak akan lama, dan gua nggak mau membuat lu sedih. dan untuk kejadian saat gua nyelengkat lu, gua bener-bener nggak tahu akan buat  lu jadi seperti ini. Gua bener-bener nyesel. Maafin gua.” Jelas Tama di surat itu.
Malam ini adalah malam pertama aku bisa melihat bintang kembali. Aku bingung apakah aku harus merasa senang ataukah sedih karena aku tahu, saat ini aku telah kehilangan diri Tama. Setidaknya, sekarang aku menyadari satu hal, yaitu sebuah cinta dan aku yakin cinta itu ada.
“Cinta itu ada, tapi aku tak menyadarinya
Cinta itu ada, tapi aku menhiraukannya
Cinta itu ada , tapi dy telah tiada
Cinta itu ada , dan aku suka
Namun, Cinta itu ada, dan akan selalu ada dihatiku selamanya..
Selamat jalan cintaku….”puisi kecilku untuk mata hatiku.


15 Januari 2011