Aku Bukan Mereka

Oleh Syahidinar Akbari


Satu malam berlalu, sepi. Hanya jejak kenangan yang datang mengusik. Aku terlarut akan kepergian ayah 5 tahun yang lalu. Aku teringat semua kenangan saat ayah masih ada, sebuah keceriaan di rumah ini, yang kini hilang sejak kepergian ayah. Seketika, aku tersentak kaget saat bunda memanggilku.
“Lyra……bunda ingin bicara sama kamu!” kata bunda tegas.
“iii..iya bunda, Lyra akan segera kesana!” kataku gugup.
Aku segera menemui bunda. Seperti biasa, bunda hanya diam dan menatapku tajam. Setelah beberapa menit kemudian, bundapun mulai bicara.
“Lyra, bunda kecewa sama kamu. Tadi Bu Ira telepon, katanya nilai kamu turun!” kata bunda.
Belum sempat aku jawab bundapun melanjutkan bicaranya.
“kamu seharusnya contoh kakak kamu, dia selalu mendapat juara kelas, nilainya juga tidak pernah turun. Tidak seperti kamu yang bisanya main-main saja, hingga nilaimu turun!” lanjut bunda.
“maaf bunda, Lyra akan memperbaikinya.” kataku lirih.
Keesokan harinya, ketika pulang sekolah. Aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku terdiam di sudut kelas, berfikir keras untuk bisa menjadi yang dibanggakan bunda. Selintas aku teringat atas ucapan bu Ira, bahwa aku dan Thya terpilih mewakili sekolah kami untuk lomba OSN matematika, lomba itu akan dilaksanakan minggu depan. Akupun tersenyum, juga menangis berharap bisa menjadi juara. Tiba-tiba Lia datang menghampiriku. Lia adalah sahabatku sejak SMP. Dialah satu-satunya orang yang mengerti aku, dan selalu setia mendengarkan segala keluh kesahku.
“Heii, ngapain masih disini?” tanya Lia
“Ooh, ngak lagi ngapa-ngapain kok, ini juga udah mau pulang!” jawabku
“Oya, selamat ya kamu terpilih untuk ikut OSN matematika” katanya dengan penuh semangat.
“Hehe, iya makasih ya li…” kataku
“sama-sama” jawabnya singkat.
Sesampainya dirumah aku terdiam, takut dan bingung  saat melihat bunda yang sudah berdiri di depan pintu, wajahnya terlihat marah.
“Lyra, kenapa kamu baru pulang?” tanya bunda ketus.
“maaf bunda” jawabku
“Kamu tuh ngak pernah mau nurut sama bunda. Coba kamu lihat si Nina anak bu Yuli. Dia selalu nurut sama ibunya. Seharusnya kamu bisa contoh dia.” jelas bunda.
Hari yang ditunggu-tunggu, akhirnya datang juga. Aku segera bergegas ke sekolah untuk berkumpul dengan Thya dan beberapa orang guru yang akan mendampingi aku dan Thya mengikuti OSN. Sesampainya di SMAN Pelita, tempat dilaksanakannya OSN matematika. Aku menjadi gugup, karena aku melihat begitu banyak siswa/siswi dari sekolah lain yang akan mengikuti OSN juga. Namun, semua kecemasan itu memudar setelah aku mengingat tekadku untuk membanggakan bunda.
Pemenang lomba OSN akan diberitahukan 3 hari setelahnya, namun baru akan diumumkan di sekolah pada hari Senin, seusai upacara bendera. Aku tak sabar menunggu pengumuman tersebut. Sampai pada akhirnya, hari itupun tiba. Ternyata aku mendapat juara 3. Juara 1 diraih oleh Thya dan juara 2 diraih oleh Lulu dari SMA Harapan. Aku sedikit kecewa, namun aku tetap senang karna masih bisa dapat juara. Aku tidak sabar umtuk memberitahu bunda dan memberikan piala ini untuk bunda. Semoga saja bunda bisa bangga padaku.
Saat aku melangkah menuju kelas, aku mendengar beberapa orang yang sedang membicarakan aku dengan Thya mengenai pengumuman tadi.
“Eh, kasian banget ya si Lyra cuma dapet juara 3.”
“Iya, bener. Beda banget dengan Thya ya, dia hebat banget bisa dapet juara 1. Huuft, pasti bangga banget tuh ibunya punya anak seperti dia”
“iya, aku tahu, tapi jangan bicara seperti itu dong! jangan banding-bandingkan aku dengannya” sahutku dalam hati.
Di saat yang sama, bu Ira menghampiriku.
“Lyra, kenapa kamu Cuma bisa dapet juara 3?” kata bu Ira
“seharusnya kamu bisa belajar banyak dari Thya. Walaupun, dia aktif mengikuti banyak ekskul, tapi dia tetap bisa menjadi juara, dan nilainya juga tidak pernah turun!” lanjut bu Ira.
Lagi-lagi aku hanya bisa diam, saat semuanya membanding-bandingiku, dan hanya bisa diam saat mereka memuji orang lain dihadapanku, tanpa memperdulikan perasaanku. Aku berharap kali ini bunda tak marah padaku dan bisa bangga padaku, karna satu hal yang ku inginkan adalah membuat bunda bannga memiliki anak seperti aku. Namun, rasa pesimis muncul setelah mengingat perkataan beberapa orang tadi dan bu Ira.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Baca kisah selengkapnya di buku : 
ANAKKU, MUTIARAKU
(Rangkaian Kisah Inspiratif Tentang Buah Hati - Dilengkapi dengan Ulasan Medis dan Psikologis)

Penulis: Erni Misran, dr. Zulham, dkk

Penerbit: Pena Nusantara
ISBN: 978-602-1791-769
Tebal: xiv + 207 halaman
Harga Cetak: Rp. 40.000 (belum ongkir)
Harga e-book: (menyusul)
Pemesanan: 085771860444 (an. Linda, Pembelian) atau Ibu Erni Misran.



Buku kedua yang menampilkan salah satu tulisanku.
#AnakkuMutiaraku #AkuBukanMereka